saha simpan       pinjam merupakan salah satu usaha yang telah berakar dan       dikenal secara luas oleh anggota koperasi dan masyarakat di       Indonesia. Usaha ini adalah salah satu usaha lembaga       keuangan non bank dilakukan untuk menghimpun dana dan       menyalurkannya dari dan untuk anggota, calon anggota,       koperasi lain dan anggotanya. Pada umumnya usaha simpan       pinjam di Indonesia tumbuh karena sulit mendapatkan bantuan       permodalan melalui sistem pemberian perkreditan kredit dari       perbankan. 
      Perkembangan       usaha simpan pinjam tidak terlepas dari kondisi perkreditan       yang dikembangkan di Indonesia. Sejak pemerintah menerapkan       program pembangunan yang terencana, lembaga perbankan       mempunyai peranan aktif dalam pembangunan melalui penyediaan       kredit, baik kredit jangka pendek, menengah maupunjangka       panjang. 
      Sampai tahun 1983       Bank Indonesia sebagai bank sentral menyediakan kredit       dengan suku bunga murah,kepada perbankan atau kredit       langsung untuk membiayai program pemerintah atau perusahaan       perusahaan tertentu termasuk program koperasi yang dinilai       strategis. Dalam proses pembangunan, untuk memperluas       kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan, perbankan       juga menciptakan kredit mini, kredit midi dan kredit untuk       koperasi. Setelah itu Bank Indonesia membatasi kredit       likuiditas kepada perbankan, kecuali untuk jenis-jenis       tertentu yang dikategorikan berprioritas tinggi. 
      Kredit prioritas       tinggi tersebut diantaranya mencakup kredit untuk pengusaha       lemah bagi para petani .Khusus program penyediaan kredit       bagi para petani pemerintah senantiasa menyempurnakan tata       cara dan prosedur pelaksanaannya sehingga dapat lebih       efektif mencapai sasaran.
      Misalnya pada       tahun 1985, pemberian kredit Bimas dihentikan dan sebagai       gantinya diciptakan Kredit Usaha Tani (KUT). Pada tahun 1990       dalam Paket Kebijakan Januari (Pakjan) diatur bahwa kredit       likuiditas Bank Indonesia dihapuskan, pengecualian diberikan       untuk kredit KUT dan kredit kepada koperasi, pengadaan       pangan dan stok gula oleh Bulog. Dalam perjalanannya, pada       tahun 2000 KUT diganti dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).
      Sampai tahun 2000       terdapat 20 jenis kredit yang dapat melayani masyarakat       untuk memenuhi kebutuhan permodalan usaha yaitu: (1) 8 jenis       kredit program yang disediakan pemerintah meliputi: KUT,       KKUD, KKPA, KUK, Modal Bergulir, Kredit Mikro dan Kredit       Ketahanan pangan (KKP). (2) 9 jenis kredit yang tergolong       pada lembaga keuangan non bank, meliputi : KCK, KSP,       USP-KUD, KUD, PPKKP,UPPKS, P4K, PHBK dan Kredit Union dan       (3) 4 jenis kredit dari Lembaga Pembiayaan terdiri dari:       KPI, Pegadaian, BUMN dan Modal Ventura.
      Hasil kerja dari       lembaga perkreditan formal khususnya perkreditan melalui       perbankan dengan berbagai jenis pinjaman seperti tersebut       diatas, belum mencapai sasaran yang diharapkan. Pada tahun       1997, setelah terjadi krisis ekonomi di Indonesia ternyata       pihak perbankan juga mengalami kemacetan pengembalian kredit       yang sangat besar. Kredit macet diawali ketika manajemen       bank mulai mengabaikan aspek kualitas pada pemberian kredit       , karena ketatnya
      persaingan antar       bank. Krisis perbankan ini berakibat kepada kerapuhan dunia       usaha karena perbankan kurang berfungsi menyokong pendanaan       dunia usaha. Akibatnya perkembangan sektor riel langsung       terkena dampaknya. Solusi atas masalah ini dilakukan dengan       cara merestrukturisasi perbankan secara nasional melalui       Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 
      Penyebab belum       berhasilnya lembaga perbankan mendukung pendanaan kepada       sektor riel termasuk koperasi, adalah (1) Pendirian lembaga       perkreditan yang ada didrop dari alas dengan pola       pengelolaan dari alas tanpa melihat situasi,kondisi dimana       lembaga tersebut berdiri, (2) Jangkauan dari nasabah juga       terbatas ini terjadi karena pola kerja dari pengelola badan       kredit itu terbawa oleh pola birokrasi , (3) Pada umumnya       bank-bank pelaksana menerapkan peraturan yang ketat dan kaku       seperti yang dipersyaratkan oleh bank modern, (4) Prosedur       yang berbelit-belit, persyaratan administrasi yang       menjengkelkan, jaminan kekayaan yang harus tersedia untuk       mendapatkan kredit, (5) Lokasi lembaga perkreditan yang jauh       dari tempat penduduk, (6) pengawasan yang lemah dari       Pemerintah dalam sistem perkreditan mengakibatkan kredit       dapat dimanfaatkan oleh pihak pelaku maupun pihak luar yang       seharusnya tidak berhak mendapatkan kredit. Seperti yang       terjadi dalam perkreditan KUT, (7) Sistem perkreditan formal       yang dirancang melibatkan banyak pihak birokrasi yang dapat       memanfaatkan kredit secara ilegal, (8) Walaupun tingkat suku       bunga tinggi di pedesaan dari badan kredit non formal namun       adanya faktor-faktor pembatas yang disebut dimuka       menyebabkan masyarakat dipedesaan kurang terdorong untuk       memanfaatkan kredit formal yang disediakan Pemerintah.
      Masalah-masalah       diatas merupakan masalah umum dalam sistem keuangan yang       terjadi selama ini dan menjadi faktor-faktor penghambat bagi       masyarakat khususnya sektor riel untuk mengembangkan       usahanya. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia usaha       simpan pinjam seperti Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan       Pinjam KUD cukup berkembang dan merupakan satu-satunya usaha       yang mampu bertahan hingga saat ini. KSP dan USP mampu       melayani anggota di sektor pertanian, perdagangan dan usaha       lainnya. Oleh sebab itu sesuai tema dalam penulisan ini       "Membangun Sistem Keuangan Koperasi" menurut penulis lebih       baik dibangun dari sistem keuangan yang sudah berjalan, dan       penyempurnaannya melihat atau mengadob koperasi-koperasi       yang sudah berhasil baik simpan pinjamnya yang dikembangkan       oleh KSP, USP-KUD dan Koperasi Kredit lainnya.
      Tulisan ini       bertujuan untuk memberikan masukan atau pencerahan terhadap       pengambil kebijakan dalam rangka membangun sistem keuangan       koperasi dan tulisan ini dibuat dengan studi literatur dari       berbagai sumber: hasil penelitian (disertasi,tesis) makalah       dan seminar.Selain studi Literatur diadakan juga kunjungan       dan wawancara langsung dengan beberapa Koperasi yang       menangani usaha simpan pinjam. 
      Membangun sistem       keuangan koperasi bertujuan untuk menyempumakan sistem       keuangan yang sudah ada dan telah dilaksanakan koperasi.       Sistem keuangan koperasi merupakan salah satu subsistem       dalam pembangunan koperasi secara umum. Agar koperasi mampu       sebagai sokoguru dalam perekonomian nasional dan mendorong       koperasi sejajar dengan badan usaha lain. Beberapa masalah       umum yang menjadi kendala dalam pembangunan koperasi       seperti: lemahnya kemampuan sumber daya manusia, kurangnya       akses terhadap pasar, rendahnya kemampuan memanfaatkan       teknologi dan rendahnya kemampuan akses terhadap permodalan       perlu disempurnakan dan dibangun melalui pengalaman dan       melihat keberhasilan koperasi-koperasi yang berhasil       menjalankan usahanya khususnya koperasi yang terlibat dalam       usaha yang berkaitan dengan keuangan atau modal. 
      Menurut beberapa       penelitian, Koperasi yang berhasil menjalankan usaha       berkaitan dengan keuangan dan modal, adalah Koperasi Kredit.            Pembangunan koperasi ini dimulai dari proses penelitian dan       pendidikan. Kunci keberhasilan dari pembangunan koperasi       ini, terletak pada sistem pendidikan yang terorganisir dan       konsisten. Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat       hidup dan mengerti nilai-nilai koperasi sebagai acuan       berkoperasi dalam menjalankan usaha simpan pinjam. Anggota       dipersatukan oleh adanya kepentingan dan kebutuhan yang       dirasakan dalam suatu lingkup kerja (Ocupational common       bond), tempat tinggal (teritorial common bond)       dan lingkungan perkumpulan (asociatid common bond).       Intinya, koperasi kredit dibangun dalam kebersamaan,       setiakawan, solidaritas dan demokratis. Semua yang terlibat       dalam koperasi (pengurus,manajer,karyawan dan anggota)       diarahkan untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan       secara bersama. Koperasi Kredit pertama didirikan pada tahun       1971. Koperasi ini berkembang pesat, menurut data Tahun       2001, koperasi kredit berjumlah 1.071 unit dan jumlah       anggota sebanyak 295.924 orang (Riana P,1991, Meneth       Ginting, 2001 dan Sumidjoyokartono,2002). Dengan demikian       dalam pembangunan koperasi kredit masalah klasik seperti       permodalan yang sering diungkap sebagai salah satu kendala       dalam pembangunan atau pemupukan modal bukan menjadi       kendala. Karena modal bukan satu-satunya unsur yang penting       , masih ada yang lain, berkaitan erat dan saling mendukung       dalam sistem pembangunan koperasi, yaitu sumber daya       manusia, manajemen dan faktor pendukung dari keberpihakan       pemerintah untuk menciptakan faktor kondusif seperti       kebijakan. Oleh sebab itu sistem keuangan yang akan dibangun       tidak bisa dilepaskan dari pembangunan peningkatan kemampuan       sumber daya manusia, memperbaiki manajemen koperasi untuk       mengelola keuangan dalam koperasi dan perlu keberpihakan       pemerintah bagi koperasi dalam dukungan kebijakan yang       menciptakan iklim kondusif agar koperasi mampu melaksanakan       atau menjalankan sistem keuangan tersebut.
      Mengapa usaha       simpan pinjam menjadi salah satu strategi yang dipilih untuk       membangun sistem keuangan koperasi. Hasil pengamatan       menunjukkan bahwa: (1) Koperasi yang tumbuh di Indonesia       dimulai dari usaha simpan pinjam. Hal ini telah dikenal       sejak jaman Belanda pada tahun 1895 ketika R. Aria       Wiriaatmaja mendirikan Koperasi Simpan Pinjam yang bertujuan       untuk memberikan fasilitas kredit kepada kelompok masyarakat       menengah, kemudian diperluas kepada petani agar mereka tidak       terjepit pada lilitan hutang pada lintah darat, (2) KSP dan       USP merupakan usaha yang cukup dikenal dan telah berakar di       kalangan anggota (3) Usaha simpan pinjam sangat bermanfaat       bagi anggota baik anggota sebagai petani, nelayan,       pengrajin, petani perkebunan dan masyarakat yang bergerak       pada sektor jasa, (4) Ketika krisis ekonomi melanda       Indonesia yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda       pemulihan, usaha simpan pinjam yang ditangani koperasi dan       KUD cukup berkembang dan mampu melayani anggota disektor       pertanian, perdagangan dan usaha lainnya. (5) Jumlah       koperasi, USP-KUD dan USP KOPTA pada tahun 2000 berkembang       cukup banyak mencapai 37.224 unit. Jumlah ini menunjukkan       trend yang meningkat setiap tahun. Demikian juga jumlah       koperasi kredit (6) Jumlah nasabah mencapai 10.957.039 orang       berdomisili pada tingkat Propinsi, Kabupaten dan di Pedesaan       (7) Untuk membantu pengusaha kecil di sentra produksi,       Pemerintah memberikan Modal Awal Padanan (MAP) kepada       berhasilan usaha simpan pinjam koperasi simpan pinjam untuk       membantu pengusaha kecil dalam rangka memperkuat komoditi       ekspor, (8) Koperasi kredit (KOPDIT) yang dikembangkan       dibeberapa daerah cukup berkembang dan mampu melayani       anggota baik sebagai pengusaha, rumah tangga dalam membantu       pendidikan anak, (9) Koperasi Simpan Pinjam Jasa Pekalongan       cukup berkembang dan dikenal secara luas di Indonesia dan       (10) Koperasi Simpan Pinjam "Kodanua" telah berkembang cepat       dan telah mempunyai kantor cabang pelayanan sebanyak 12       unit. Usaha simpan pinjam tersebut telah melayani anggota       dan calon anggota koperasi dengan sistem keuangan yang       dibentuk dan dibina oleh masing-masing jenis Koperasi dan       Unit simpan pinjam KUD maupun Koperasi Pertanian.  
      Dari penjelasan       diatas, usaha simpan pinjam yang benar -benar berhasil       diharapkan kelangsungan keberadaannya.       Kelangsungan       keberadaan usaha simpan pinjam harus didasarkan prinsip       efisensi dan efektivitas. Prinsip efisiensi dan efektivitas       dapat terwujud jika para pengelola dalam hal ini pengurus,       manajer betul-betul mengarahkan usaha simpan pinjam untuk       kepentingan anggota. Keberhasilan usaha simpan pinjam bukan       hanya tergantung kepada besarnya modal yang diusahakan       melainkan pelaksanaannya lebih mendekati adanya saling       percaya antar anggota dengan para pengurus dan saling       percaya antar anggota. Artinya, didalam usaha simpan pinjam       anggota saling memberi dan menerima untuk kepentingan       bersama. 
      Semakin besar       jumlah simpanan anggota semakin besar pula dana pinjaman       yang dapat dipinjam atau dipergunakan oleh anggota untuk       memenuhi kebutuhan usaha dan keperluannya. 
      Oleh sebab itu,       karena usaha ini sangat penting bagi anggota dan kegiatan       ini memberikan kontribusi atau sumbangan yang berarti bagi       anggota maka diperlukan pengelolaan simpan pinjam yang       dinamis bersih dan dipercaya. Kepercayaan mendorong       partisipasi anggota menabung, meminjam dan meningkatkan       usaha kedua belah pihak baik koperasi sebagai usaha simpan       pinjam dan anggota sebagai peminjam. Usaha Simpan Pinjam       yang berkembang akan meningkatkan Sisa Hasil Usaha       (SHU).Jika SHU meningkat terjadi perkembangan modal yang       dapat dimanfaatkan anggota kembali. 
Dikutip dari : http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop