Kamis, 20 Januari 2011

PENGEMBANGAN USAHA SIMPAN PINJAM SALAH SATU STRATEGI MEMBANGUN SISTEM KEUANGAN KOPERASI

saha simpan pinjam merupakan salah satu usaha yang telah berakar dan dikenal secara luas oleh anggota koperasi dan masyarakat di Indonesia. Usaha ini adalah salah satu usaha lembaga keuangan non bank dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya dari dan untuk anggota, calon anggota, koperasi lain dan anggotanya. Pada umumnya usaha simpan pinjam di Indonesia tumbuh karena sulit mendapatkan bantuan permodalan melalui sistem pemberian perkreditan kredit dari perbankan.
Perkembangan usaha simpan pinjam tidak terlepas dari kondisi perkreditan yang dikembangkan di Indonesia. Sejak pemerintah menerapkan program pembangunan yang terencana, lembaga perbankan mempunyai peranan aktif dalam pembangunan melalui penyediaan kredit, baik kredit jangka pendek, menengah maupunjangka panjang.
Sampai tahun 1983 Bank Indonesia sebagai bank sentral menyediakan kredit dengan suku bunga murah,kepada perbankan atau kredit langsung untuk membiayai program pemerintah atau perusahaan perusahaan tertentu termasuk program koperasi yang dinilai strategis. Dalam proses pembangunan, untuk memperluas kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan, perbankan juga menciptakan kredit mini, kredit midi dan kredit untuk koperasi. Setelah itu Bank Indonesia membatasi kredit likuiditas kepada perbankan, kecuali untuk jenis-jenis tertentu yang dikategorikan berprioritas tinggi.
Kredit prioritas tinggi tersebut diantaranya mencakup kredit untuk pengusaha lemah bagi para petani .Khusus program penyediaan kredit bagi para petani pemerintah senantiasa menyempurnakan tata cara dan prosedur pelaksanaannya sehingga dapat lebih efektif mencapai sasaran.
Misalnya pada tahun 1985, pemberian kredit Bimas dihentikan dan sebagai gantinya diciptakan Kredit Usaha Tani (KUT). Pada tahun 1990 dalam Paket Kebijakan Januari (Pakjan) diatur bahwa kredit likuiditas Bank Indonesia dihapuskan, pengecualian diberikan untuk kredit KUT dan kredit kepada koperasi, pengadaan pangan dan stok gula oleh Bulog. Dalam perjalanannya, pada tahun 2000 KUT diganti dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).
Sampai tahun 2000 terdapat 20 jenis kredit yang dapat melayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhan permodalan usaha yaitu: (1) 8 jenis kredit program yang disediakan pemerintah meliputi: KUT, KKUD, KKPA, KUK, Modal Bergulir, Kredit Mikro dan Kredit Ketahanan pangan (KKP). (2) 9 jenis kredit yang tergolong pada lembaga keuangan non bank, meliputi : KCK, KSP, USP-KUD, KUD, PPKKP,UPPKS, P4K, PHBK dan Kredit Union dan (3) 4 jenis kredit dari Lembaga Pembiayaan terdiri dari: KPI, Pegadaian, BUMN dan Modal Ventura.
Hasil kerja dari lembaga perkreditan formal khususnya perkreditan melalui perbankan dengan berbagai jenis pinjaman seperti tersebut diatas, belum mencapai sasaran yang diharapkan. Pada tahun 1997, setelah terjadi krisis ekonomi di Indonesia ternyata pihak perbankan juga mengalami kemacetan pengembalian kredit yang sangat besar. Kredit macet diawali ketika manajemen bank mulai mengabaikan aspek kualitas pada pemberian kredit , karena ketatnya
persaingan antar bank. Krisis perbankan ini berakibat kepada kerapuhan dunia usaha karena perbankan kurang berfungsi menyokong pendanaan dunia usaha. Akibatnya perkembangan sektor riel langsung terkena dampaknya. Solusi atas masalah ini dilakukan dengan cara merestrukturisasi perbankan secara nasional melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Penyebab belum berhasilnya lembaga perbankan mendukung pendanaan kepada sektor riel termasuk koperasi, adalah (1) Pendirian lembaga perkreditan yang ada didrop dari alas dengan pola pengelolaan dari alas tanpa melihat situasi,kondisi dimana lembaga tersebut berdiri, (2) Jangkauan dari nasabah juga terbatas ini terjadi karena pola kerja dari pengelola badan kredit itu terbawa oleh pola birokrasi , (3) Pada umumnya bank-bank pelaksana menerapkan peraturan yang ketat dan kaku seperti yang dipersyaratkan oleh bank modern, (4) Prosedur yang berbelit-belit, persyaratan administrasi yang menjengkelkan, jaminan kekayaan yang harus tersedia untuk mendapatkan kredit, (5) Lokasi lembaga perkreditan yang jauh dari tempat penduduk, (6) pengawasan yang lemah dari Pemerintah dalam sistem perkreditan mengakibatkan kredit dapat dimanfaatkan oleh pihak pelaku maupun pihak luar yang seharusnya tidak berhak mendapatkan kredit. Seperti yang terjadi dalam perkreditan KUT, (7) Sistem perkreditan formal yang dirancang melibatkan banyak pihak birokrasi yang dapat memanfaatkan kredit secara ilegal, (8) Walaupun tingkat suku bunga tinggi di pedesaan dari badan kredit non formal namun adanya faktor-faktor pembatas yang disebut dimuka menyebabkan masyarakat dipedesaan kurang terdorong untuk memanfaatkan kredit formal yang disediakan Pemerintah.
Masalah-masalah diatas merupakan masalah umum dalam sistem keuangan yang terjadi selama ini dan menjadi faktor-faktor penghambat bagi masyarakat khususnya sektor riel untuk mengembangkan usahanya. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia usaha simpan pinjam seperti Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam KUD cukup berkembang dan merupakan satu-satunya usaha yang mampu bertahan hingga saat ini. KSP dan USP mampu melayani anggota di sektor pertanian, perdagangan dan usaha lainnya. Oleh sebab itu sesuai tema dalam penulisan ini "Membangun Sistem Keuangan Koperasi" menurut penulis lebih baik dibangun dari sistem keuangan yang sudah berjalan, dan penyempurnaannya melihat atau mengadob koperasi-koperasi yang sudah berhasil baik simpan pinjamnya yang dikembangkan oleh KSP, USP-KUD dan Koperasi Kredit lainnya.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan masukan atau pencerahan terhadap pengambil kebijakan dalam rangka membangun sistem keuangan koperasi dan tulisan ini dibuat dengan studi literatur dari berbagai sumber: hasil penelitian (disertasi,tesis) makalah dan seminar.Selain studi Literatur diadakan juga kunjungan dan wawancara langsung dengan beberapa Koperasi yang menangani usaha simpan pinjam.
Membangun sistem keuangan koperasi bertujuan untuk menyempumakan sistem keuangan yang sudah ada dan telah dilaksanakan koperasi. Sistem keuangan koperasi merupakan salah satu subsistem dalam pembangunan koperasi secara umum. Agar koperasi mampu sebagai sokoguru dalam perekonomian nasional dan mendorong koperasi sejajar dengan badan usaha lain. Beberapa masalah umum yang menjadi kendala dalam pembangunan koperasi seperti: lemahnya kemampuan sumber daya manusia, kurangnya akses terhadap pasar, rendahnya kemampuan memanfaatkan teknologi dan rendahnya kemampuan akses terhadap permodalan perlu disempurnakan dan dibangun melalui pengalaman dan melihat keberhasilan koperasi-koperasi yang berhasil menjalankan usahanya khususnya koperasi yang terlibat dalam usaha yang berkaitan dengan keuangan atau modal.
Menurut beberapa penelitian, Koperasi yang berhasil menjalankan usaha berkaitan dengan keuangan dan modal, adalah Koperasi Kredit. Pembangunan koperasi ini dimulai dari proses penelitian dan pendidikan. Kunci keberhasilan dari pembangunan koperasi ini, terletak pada sistem pendidikan yang terorganisir dan konsisten. Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat hidup dan mengerti nilai-nilai koperasi sebagai acuan berkoperasi dalam menjalankan usaha simpan pinjam. Anggota dipersatukan oleh adanya kepentingan dan kebutuhan yang dirasakan dalam suatu lingkup kerja (Ocupational common bond), tempat tinggal (teritorial common bond) dan lingkungan perkumpulan (asociatid common bond). Intinya, koperasi kredit dibangun dalam kebersamaan, setiakawan, solidaritas dan demokratis. Semua yang terlibat dalam koperasi (pengurus,manajer,karyawan dan anggota) diarahkan untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan secara bersama. Koperasi Kredit pertama didirikan pada tahun 1971. Koperasi ini berkembang pesat, menurut data Tahun 2001, koperasi kredit berjumlah 1.071 unit dan jumlah anggota sebanyak 295.924 orang (Riana P,1991, Meneth Ginting, 2001 dan Sumidjoyokartono,2002). Dengan demikian dalam pembangunan koperasi kredit masalah klasik seperti permodalan yang sering diungkap sebagai salah satu kendala dalam pembangunan atau pemupukan modal bukan menjadi kendala. Karena modal bukan satu-satunya unsur yang penting , masih ada yang lain, berkaitan erat dan saling mendukung dalam sistem pembangunan koperasi, yaitu sumber daya manusia, manajemen dan faktor pendukung dari keberpihakan pemerintah untuk menciptakan faktor kondusif seperti kebijakan. Oleh sebab itu sistem keuangan yang akan dibangun tidak bisa dilepaskan dari pembangunan peningkatan kemampuan sumber daya manusia, memperbaiki manajemen koperasi untuk mengelola keuangan dalam koperasi dan perlu keberpihakan pemerintah bagi koperasi dalam dukungan kebijakan yang menciptakan iklim kondusif agar koperasi mampu melaksanakan atau menjalankan sistem keuangan tersebut.
Mengapa usaha simpan pinjam menjadi salah satu strategi yang dipilih untuk membangun sistem keuangan koperasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa: (1) Koperasi yang tumbuh di Indonesia dimulai dari usaha simpan pinjam. Hal ini telah dikenal sejak jaman Belanda pada tahun 1895 ketika R. Aria Wiriaatmaja mendirikan Koperasi Simpan Pinjam yang bertujuan untuk memberikan fasilitas kredit kepada kelompok masyarakat menengah, kemudian diperluas kepada petani agar mereka tidak terjepit pada lilitan hutang pada lintah darat, (2) KSP dan USP merupakan usaha yang cukup dikenal dan telah berakar di kalangan anggota (3) Usaha simpan pinjam sangat bermanfaat bagi anggota baik anggota sebagai petani, nelayan, pengrajin, petani perkebunan dan masyarakat yang bergerak pada sektor jasa, (4) Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan, usaha simpan pinjam yang ditangani koperasi dan KUD cukup berkembang dan mampu melayani anggota disektor pertanian, perdagangan dan usaha lainnya. (5) Jumlah koperasi, USP-KUD dan USP KOPTA pada tahun 2000 berkembang cukup banyak mencapai 37.224 unit. Jumlah ini menunjukkan trend yang meningkat setiap tahun. Demikian juga jumlah koperasi kredit (6) Jumlah nasabah mencapai 10.957.039 orang berdomisili pada tingkat Propinsi, Kabupaten dan di Pedesaan (7) Untuk membantu pengusaha kecil di sentra produksi, Pemerintah memberikan Modal Awal Padanan (MAP) kepada berhasilan usaha simpan pinjam koperasi simpan pinjam untuk membantu pengusaha kecil dalam rangka memperkuat komoditi ekspor, (8) Koperasi kredit (KOPDIT) yang dikembangkan dibeberapa daerah cukup berkembang dan mampu melayani anggota baik sebagai pengusaha, rumah tangga dalam membantu pendidikan anak, (9) Koperasi Simpan Pinjam Jasa Pekalongan cukup berkembang dan dikenal secara luas di Indonesia dan (10) Koperasi Simpan Pinjam "Kodanua" telah berkembang cepat dan telah mempunyai kantor cabang pelayanan sebanyak 12 unit. Usaha simpan pinjam tersebut telah melayani anggota dan calon anggota koperasi dengan sistem keuangan yang dibentuk dan dibina oleh masing-masing jenis Koperasi dan Unit simpan pinjam KUD maupun Koperasi Pertanian.  
Dari penjelasan diatas, usaha simpan pinjam yang benar -benar berhasil diharapkan kelangsungan keberadaannya. Kelangsungan keberadaan usaha simpan pinjam harus didasarkan prinsip efisensi dan efektivitas. Prinsip efisiensi dan efektivitas dapat terwujud jika para pengelola dalam hal ini pengurus, manajer betul-betul mengarahkan usaha simpan pinjam untuk kepentingan anggota. Keberhasilan usaha simpan pinjam bukan hanya tergantung kepada besarnya modal yang diusahakan melainkan pelaksanaannya lebih mendekati adanya saling percaya antar anggota dengan para pengurus dan saling percaya antar anggota. Artinya, didalam usaha simpan pinjam anggota saling memberi dan menerima untuk kepentingan bersama.
Semakin besar jumlah simpanan anggota semakin besar pula dana pinjaman yang dapat dipinjam atau dipergunakan oleh anggota untuk memenuhi kebutuhan usaha dan keperluannya.
Oleh sebab itu, karena usaha ini sangat penting bagi anggota dan kegiatan ini memberikan kontribusi atau sumbangan yang berarti bagi anggota maka diperlukan pengelolaan simpan pinjam yang dinamis bersih dan dipercaya. Kepercayaan mendorong partisipasi anggota menabung, meminjam dan meningkatkan usaha kedua belah pihak baik koperasi sebagai usaha simpan pinjam dan anggota sebagai peminjam. Usaha Simpan Pinjam yang berkembang akan meningkatkan Sisa Hasil Usaha (SHU).Jika SHU meningkat terjadi perkembangan modal yang dapat dimanfaatkan anggota kembali. 

Dikutip dari : http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop

KOPERASI SIMPAN PINJAM

Koperasi Simpan Pinjam
Fokus penelitian ini adalah Koperasi simpan pinjam. Koperasi sejenis ini didirikan untuk memberi kesempatan kepada anggotanya memperoleh pinjaman dengan mudah dan bunga ringan. Koperasi simpan pinjam berusaha untuk,
“…mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan kaum lintah darat pada waktu mereka memerlukan sejumlah uang…dengan jalan menggiatkan tabungan dan mengatur pemberian pinjaman uang…dengan bunga yang serendah-rendahnya…” 15
Koperasi simpan pinjam menghimpun dana dari para anggotanya yang kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggotanya. Menurut Widiyanti dan Sunindhia, koperasi simpan pinjam memiliki tujuan untuk mendidik anggotanya hidup berhemat dan juga menambah pengetahuan anggotanya terhadap perkoperasian. 16
Untuk mencapai tujuannya, berarti koperasi simpan pinjam harus melaksanakan aturan mengenai peran pengurus, pengawas, manajer dan yang paling penting, rapat anggota. Pengurus berfungsi sebagai pusat pengambil keputusan tinggi, pemberi nasehat dan penjaga berkesinambungannya organisasi dan sebagai orang yang dapat dipercaya. Menurut UU no.25 tahun 1992, pasal 39, pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi dan menulis laporan koperasi, dan berwewenang meneliti catatan yang ada pada koperasi, mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dan seterusnya. Yang ketiga, manajernya koperasi simpan pinjam, seperti manajer di organisasi apapun, harus memiliki ketrampilan eksekutif, kepimpinan, jangkauan pandangan jauh ke depan dan mememukan kompromi dan pandangan berbeda. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan, rapat anggota harus mempunyai kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi. Hal ini ditetapkan dalam pasal 22 sampai pasal 27 UU no.25 tahun 1992.

- Sumber Permodalan
Seperti dalam semua perusahaan harus ada sumber permodalan. Menurut UU no 12. tahun 1967, sumber permodalan untuk koperasi adalah sebagai berikut:
a) Simpanan pokok – yaitu semjumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu masuk, besarnya sama untuk semua anggota, tidak dapat diambil selama anggota, menanggung kerugian.
b) Simpanan wajib – yaitu simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu tertentu, ikut menanggung kerugian.
c) Simpanan sukarela – berdasarkan perjanijian atau peraturan khusus.
Selanjutnya, sumber permodalan boleh berasal dari koperasi lain, bank atau lembaga keuangan lain. Di samping ini, sumber permodalan boleh berasal dari cadangan, yang menurut pasal 41 Undang-undang no.25 tahun 1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. 18 Yang jelas, sumber permodalan koperasi harus berasal dari lembaga yang sah dan akan berbeda di setiap koperasi.
Walaupun pengertian tersebut baik luas maupun panjang, diperlukan untuk mendapatkan pemahaman terhadap koperasi yang ada di Indonesia pada saat ini. Bisa dilihat bahwa peraturan dan prisip-prinsip koperasi cukup banyak dan tujuannya sangat luas. Oleh karena itu, peran koperasi di ekonomi Indonesia sangat penting.

Dikutip dari : http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/nha

Masalah Koperasi Di Indonesia

emahaman Masalah
Menurut Sritua Arief (1997), ada tiga pendapat yang hidup di kalangan masyarakat mengenai eksistensi unit usaha koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia. mengutarakan perlunya mengkaji ulang apakah koperasi masih perlu dipertahankan keberadaannya dalam kegiatan ekonomi.
Bahwa unit usaha koperasi dipandang perlu untuk dipertahankan sekadar untuk tidak dianggap menyeleweng dari UUD 1945.
Bahwa koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang harus dikembangkan menjadi unit usaha yang kukuh dalam rangka proses demokratisasi ekonomi.
Ketiga pendapat yang hidup itu, sedikit-banyak telah mempengaruhi arah perubahan dan permasalahan koperasi di Indonesia, baik secara makro (ekonomi politik), maupun secara mikro ekonomi. Dalam bagian ini, akan dibahas permasalahan-permasalahan dalam koperasi dan environment-nya, sebagai unit usaha yang hidup ditengah sistem dan paradigma ekonomi Indonesia.

Koperasi dan Kontradiksi Paradigma Perekonomian Indonesia

Ketika negara Republik Indonesia ini didirikan, para founding fathers memimpikan suatu negara yang mampu menjamin hajat hidup orang banyak dan diusahakan secara bersama. Hal itu, tidak mengherankan, sebab pemikiran dan gerakan sosialisme memang sedang menjadi trend pada waktu itu, untuk melawan para pengusaha kapitalis dan kolonialis yang dianggap membawa penderitaan di kalangan buruh, tani dan rakyat kecil lainnya.
Tampak bahwa cita-cita membentuk negara Republik Indonesia, adalah untuk kemakmuran semua orang dengan bangun usaha yang diusahakan secara bersama; “koperasi”. Karena itu, kemudian, dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 disebutkan, “…Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”.
Koperasi dalam Dualisme Sistem Ekonomi Indonesia.
Menurut Hatta (1963), sosialisme Indonesia timbul karena tiga faktor. Pertama, sosialisme Indonesia timbul karena suruhan agama. Etik agama yang menghendaki persaudaraan dan tolong menolong antara sesama manusia dalam pergaulan hidup, mendorong orang ke sosialisme. Kemudian, perasaan keadilan yang menggerakkan jiwa berontak terhadap kesengsaraan hidup dalam masyarakat,terhadap keadaan yang tidak sama dan perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, menimbulkan konsepsi sosialisme dalam kalbu manusia. Jadi, sosialisme Indonesia muncul dari nilai-nilai agama, terlepas dari marxisme. Sosialisme memang tidak harus merupakan marxisme. Sosialisme disini tidak harus diartikan sebagai hasil hukum dialektika, tetapi sebagai tuntutan hati nurani, sebagai pergaulan hidup yang menjamin kemakmuran bagi segala orang, memberikan kesejahteraan yang merata, bebas dari segala tindasan.
Kedua, sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa Indonesia yang memperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Karena itu dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Lebih lanjut Pembukaan UUD 1945 juga mengatakan, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur“.
Ketiga, para pemimpin Indonesia yang tidak dapat menerima marxisme sebagai pandangan yang berdasarkan materialisme, mencari sumber-sumber sosialisme dalam masyarakat sendiri. Bagi mereka, sosialisme adalah suatu tuntutan jiwa, kemauan hendak mendirikan suatu masyarakat yang adil dan makmur, bebas dari segala tindasan. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang bersumber dalam lubuk hati yang murni, berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial. Agama menambah penerangannya. Meskipun dalam ekonomi modern gejala individualisasi berjalan, tetapi hal itu tidak dapat melenyapkan sifat perkauman (kolektivan) di dalam adat (dan hukum adat) Indonesia. Ini adalah akar dalam pergaulan hidup Indonesia.
Jadi, dasar ekonomi Indonesia adalah sosialisme yang berorientasi kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa (adanya etik dan moral agama, bukan materialisme); kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan/eksploitasi manusia); persatuan (kekeluargaan, kebersamaan, nasionalisme dan patriotisme ekonomi); kerakyatan (mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta keadilan sosial (persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang-seorang).
Tetapi, setelah menempuh alam kemerdekaan, terlebih pada era Orde Baru, paradigma yang berkembang dan dijalankan tidaklah demikian. Paradigma yang dijalankan dengan “sungguh-sungguh” adalah apa yang disebut Mubyarto dengan istilah “kapitalistik-liberal-perkoncoan” (selanjutnya disebut “KLP), atau dalam istilah Sri-Edi Swasono (1998a) disebut “rezim patronasi bisnis”, yang sesungguhnya lebih jahat dari kapitalisme kuno yang dikritik oleh Marx dalam bukunya “Das Kapital”. Sistem KLP tersebut menyebabkan tumbuh suburnya praktik kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme (KKKN) dalam perekonomian Indonesia.
Dalam sistem hukum pun, masih banyak perangkat peraturan yang belum dijiwai semangat demokrasi ekonomi sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 UUD 1945. Permasalahan sistem hukum yang mixed-up ini, telah mempengaruhi moral ekonomi dan motif ekonomi para pelaku ekonomi Indonesia, sehingga akhirnya justru memarjinalkan koperasi yang seharusnya menjiwai bangun perusahaan lainnya.
Jadi, permasalahan mendasar koperasi Indonesia terletak pada paradigma yang saling bertolak belakang antara apa yang dicita-citakan (Das Sollen) dan apa yang sesungguhnya terjadi (Das Sein). Selama paradigma ini tidak dibenahi, niscaya koperasi tidak akan dapat berkembang, ia hanya menjadi retorika.
Permasalahan Makroekonomi (Ekonomi Politik).
Tidak banyak negara yang memiliki “Departemen Koperasi” (Depkop). Indonesia adalah satu dari sedikit negara tersebut.
Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya. Sebagai gerakan rakyat, maka koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif dengan eksistensi Depkop. Sebagai departemen, tentu Depkop tidak tumbuh dari bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi, Depkop adalah datang “dari atas” (top-down). Karena itu, lantas dalam menjalankan operasinya, Depkop tetap dalam kerangka berpikir top-down. Misalnya dalam pembentukan koperasi-koperasi unit desa (KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat sendiri belum paham akan gunanya KUD bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi justifikasi politik dari pemerintah agar timbul kesan bahwa pemerintah telah peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam hal ini khususnya koperasi.
Hal lain yang menandakan kontradiksi akut itu, adalah pada usaha Depkop (dan tampaknya masih terus dilanjutkan sampai saat ini oleh kantor menteri negara koperasi) untuk “membina” gerakan koperasi. Penulis sungguh tidak mengerti mengapa istilah “membina” tersebut sangat digemari oleh para pejabat pemerintahan. Sekali lagi, koperasi adalah gerakan rakyat yang tumbuh karena kesadaran kolektif untuk memperbaiki taraf hidupnya. Karena itu penggunaan kata (atau malah paradigma) “membina” sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu “dibina”, apalagi dengan fakta bahwa “pembinaan” pemerintah selama ini tidak efektif. Yang diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha; untuk akses memperoleh modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku).
Permasalahan Mikroekonomi.
· Masalah Input.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi.
Pada sisi input sumber daya manusia, koperasi mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas manajer yang baik. Di sinilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu modal manusia yang baik bagi koperasi.
Masalah Output, Distribusi dan Bisnis.
· Kualitas output.
Dalam hal kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia).
· “Mapping Product”.
Koperasi (dan usaha kecil serta menengah/UKM) dalam menentukan output tidak didahului riset perihal sumber daya dan permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya. Sehingga, dalam banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki keunggulan komparatif sehingga sulit untuk dipasarkan.
· Distribusi, Pemasaran dan Promosi (Bisnis).
Koperasi mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Output yang dihasilkannya tidak memiliki jalur distribusi yang established, serta tidak memiliki kemampuan untuk memasarkan dan melakukan promosi. Sehingga, produknya tidak mampu untuk meraih pangsa pasar yang cukup untuk dapat tetap eksis menjalankan kegiatan usahanya.
Peranan pemerintah sekali lagi, diperlukan untuk menyediakan sarana distribusi yang memadai. Sarana yang dibentuk pemerintah itu, sekali lagi, tetap harus dalam pemahaman koperasi sebagai gerakan rakyat, sehingga jangan melakukan upaya-upaya “pengharusan” bagi koperasi untuk memakan sarana bentukan pemerintah itu. dalam aspek bisnis, koperasi –karena keterbatasan input modal—sulit untuk melakukan pemasaran (marketing) dan promosi (promotion). Karena itu, selaras dengan mapping product seperti diuraikan diatas, pemerintah melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk yang menjadi unggulan dari daerah itu. Dengan demikian, output koperasi dapat dikenal dan permintaan potensial (potential demand) dapat menjadi permintaan efektif (effective demand

Dikutip dari : http://sawungjati.wordpress.com/

EMBRIO KOPERASI DI INDONESIA1

EMBRIO KOPERASI DI INDONESIA1)
A. Semangat Kebersamaan dan Budaya Gotong-Royong
Tidak banyak catatan yang bisa dikuak secara jelas tentang
pertumbuhan awal lahirnya gerakan koperasi di Indonesia, sekalipun
dalam bentuknya yang amat embrional. Tetapi keadaan yang demikian
itu tentunya bukan kemudian berarti bahwa bentuk-bentuk embrional
koperasi kita anggap seolah-olah tidak pernah hadir di bumi Indonesia.
Pada sekitar tahun 1986, Almarhum Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH
(mantan Jaksa Agung RI), yang saat itu menjabat sebagai Kepala
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, menuturkan kepada penulis, yang
saat itu bertugas sebagai Kepala Kantor Wilayah Koperasi Provinsi
Sulawesi Selatan, bahwa menurut catatan lama yang pernah ia pelajari,
sebenarnya prakte-praktek usaha bersama ala koperasi saat ini, sudah
lama dikenal dan dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat Wajo,
Soppeng, Bone dan Mandar, yaitu di masa raja-raja setempat berkuasa
beberapa abad yang lain, jauh sebelum ide koperasi dari Eropa masuk ke
masyarakat kita.
Tidak tertutup kemungkinan hal yang sama juga pernah
melembaga di beberapa tempat lain di tanah air di masa-masa lain.
Apalagi kalau dicermati, bahwa kultur sebagian besar masyarakat kita
amat dekat dengan semangat dan jiwa kebersamaan yang melekat pada
jati diri koperasi. Di Indonesia sudah cukup lama dikenal istilah gugur
gunung, kerja bakti, gotong royong, arisan, sinoman dan sebagainya.
B. Perintisan Koperasi di Indonesia
Namun demikian banyak pula yang berpendapat bahwa patih
Purwokerto, R. Aria Wiriaatmaja adalah sosok perintis pendiri Koperasi di
Indonesia.
Awal pertumbuhan koperasi di Indonesia ditandai dengan lahirnya
embrio koperasi yang "dibidani" oleh seorang Patih Purwokerto, Jawa
Tengah, yaitu R. Aria Wiriaatmaja, yang tampaknya sedikit banyak juga

Dikuti dari : http://www.smecda.com

Jumat, 14 Januari 2011

Periklanan


I.                   PEMASARAN/PERIKLANAN

a.     Iklan Kartu AS

Iklan ini di perankan oleh  tiga bintang yang cukup terkenal dan berpengaruh yaitu 1. Sule, pelawak yang serba bisa yang sekarang ini lagi naik daun di dunia lawak maupun tarik suara. 2. Riyanti, seorang aktris cantik  yang menduniai Perfilman di indonesia dan 3. Klanting, Grup band yang baru menang juara satu di ajang mencari bakat…

Dalam iklan ini mereka memasarkan kartu AS yang paling murah yang ngk ada jam malamnya, pasti dapat mau malam, siang, maupun pagi ngak pakai tes 123 lagi kelamaan katanya, selain nelpon 0rp ada juga geratis 5000 sms ke semua operator, sedangkan yang lain ada jam malamnya yaitu ada batas waktu murahnya, ketika riyanti menanyaka siapa sih yang ada jam malamnya om sule? jangan diomongin katanya ntar ada yang marah…

Sebelum ke Kartu AS sule pernah juga bergabung dengan salah satu server yang cukup terkenal , tidak tau alasanya apa sekarang dia berani pindah ke kartu AS, pernah dia mengatakan kalo di kapok dibohongi anak kecil mungkin masalah honor juga kali ia lebih besar yang sekarang dibandingkan yang sebelumnya….

#Persaingan
XL, Indosat (IM3, Mentari), Esia, fren, Smart, Tri, Axis, simpati…

# Menurut pendapat saya iklan ini cukup bagus dan meyakinkan para pemirsa yang sedang menyaksikan, selain dipasarkan oleh orang yang cukup berpengaruh, iklanya juga bisa dipercaya dan lebih jelas, mengapa saya berani bilang kayak gitu karna iklan ini berani belak-belakan dalam penyampaian atau memasarkannya dan saya juga berharap untuk tahun2 berikutnya akan lebih bagus lagi ide-idenya dan cepat diterima oleh pemirsa, dan saya berharap juga jangan sampai merugikan peroduk lain untuk menaikan peroduknya….